Durian Terakhir

   Ranti, adalah seorang murid sebuah sekolah swasta di kota Bamboo. Ia termasuk anak yang berprestasi dan terkenal tertutup. Ranti sering juga mendapat prestasi di bidang sastra dan olahraga. Tentu saja hal itu membuat teman-teman ingin berteman dekat denganya. Namun, Terkadang Ia yang selalu moody membuat teman-teman menganggapnya sombong dan memilih-milih teman. Padahal mereka tidak mau tau betapa besarnya perjuangan ranti untuk melawan sifat moody-nya sehingga orang lain tidak lagi menganggapnya sombong.

          Pernah suatu ketika, saat ranti duduk dikelasnya sambil membaca sebuah novel, tiba-tiba seseorang bernama fakhri mendekatinya dan mengajak ranti berbicara sebentar tanpa menghiraukan keseriusan ranti. Tentu saja, ranti merasa terganggu dan mencoba tetap berbicara sopan terhadap fakhri. Namun, entah seberapa penting yang akan dibicarakanya, tiba-tiba  fakhri merebut novel yang sedang dibaca ranti dan mencampakkanya kearah dinding sehingga novel itu rusak. Melihat perlakuan yang ia dapatkan, lantas ranti marah dan memilih pergi setelah terlebih dahulu mengambil novelnya yang telah rusak. Sejak saat itu, pertemanan antara ranti dan fakhri menjadi jarak, meski tetap bertegur sapa.
          Ranti yang suka menulis seringkali duduk dibelakang rumahnya sambil menunggu durian jatuh. Memang sih, ranti tidak terlalu suka makan durian, namun jika ada durian yang jatuh tentu ia akan ikut memakanya (jika sudah masak) hehe. banyak cerpen maupun puisi atau karikatur yang ia kirim ke majalah, Koran , tabloid dan media cetak maupun media on line lainya. Tak jarang pula tulisan ranti diterbitkan. Tentu saja, hal itu menjadi kebanggaan tersendiri oleh ranti karena karyanya dibaca oleh banyak orang.
          Suatu hari, saat ranti selesai menjemur pakaian yang ia cuci, ia melihat-lihat durian kalau-kalau ada yang sudah matang. rupanya ada sebuah yang baunya sudah harum. Meskipun ranti tidak mengerti cara menentukan mana durian yang sudah matang atau belum ia sangat yakin kalau durian itu telah matang ranti lalu membelah durian tersebut dan tepat! Durian itu matang dan harum sekali. Tentu saja ranti tidak lansung memakan durian itu, ia letakkan di sebuah piring kecil karena hanya berisi beberapa biji saja. Dengan mengucap syukur kepada Allah ranti membawa sepiring durian kedepan neneknya yang sedang duduk-duduk di beranda rumah. “nenek nggak boleh makan durian ranti, nanti kepala nenek sakit lagi. Ranti aja yang makan ya” begitulah nenek menjawab tawaran ranti. Sebenarnya ranti tau kalau nenek tidak boleh makan durian, tetapi ia tetap menawarkanya untuk menjaga adab seorang cucu terhadap neneknya. Akhirnya, ranti lah yang memakan durian yang ternyata berjumlah tujuh biji itu.
          Setelah memakan durian tersebut, ranti merasa kepalanya pusing dan badanya mengeluarkan keringat dingin. Tak lama setelah itu ranti lemas sampai tidak sadarkan diri. Ayah ranti yang merasa khawatir terjadi apa-apa tentang kesehatan ranti lalu membawanya ke rumah sakit terdekat di kota bamboo.
          Tiga jam setelah itu, ranti masih belum sadar. Tentu saja, keluarganya khawatir dan lansung memberitahu teman-teman dan guru-guru ranti tentang musibah itu. Belum juga diketahui apa penyebab ranti tidak sadarkan diri juga. Karena hanya ranti yang tau berapa banyak ia melahap durian karena nenek pun tak sempat menghitungnya karena buru-buru menyuruh ranti membawa durian itu dan memakanya tersendiri. Se-jam  setelah itu, ranti sadar dan lansung menanyakan dimana keberadaanya dan kenapa bisa ia berada disana. Setelah diceritakan barulah ranti paham.
          Setelah ranti sadar, dokter memeriksanya kembali. beberapa saat kemudian, dokter itu keluar dari ruangan dimana ranti terbaring lemah dan memberitahukan kepada keluarga ranti bahwa ranti memiliki penyakit yang menyebabkan ia tidak baik mengonsumsi durian meski satu biji pun. Tentu saja keluarga ranti dan semua yang hadir waktu itu merasa kaget dan sedih. Namun apa hendak dikata, ranti bahkan tidak pernah mengeluh tentang sakit yang dideritanya. Ranti selalu tampak sehat dan ceria.
          Dua hari sudah berlalu, dan ranti masih dirawat. Meski baru dirawat dua hari, sudah kelihatan bahwa badan ranti kurus secara drastis. Hingga, suatu malam ranti bercerita tentang perjalanan hidupnya yang indah karena ia menikmati dan mensyukurinya. Ranti juga minta maaf pada semua keluarganya karena tidak pernah memberitahu sakitnya tersebut, namun ia telah ikhlas menerimanya. Tentu saja yang mendengar kata-kata ranti kala itu merasa sedih dan haru  atas kondisi ranti yang sedang sakit namun, masih bisa tersenyum dan penuh semangat.
          Seolah tau bahwa kesempatanya sudah terlalu singkat berada didunia fana. Ranti minta dibawakan buku dan pena oleh ibunya. Lalu, ranti menulis meski tulisanya tak lagi setegar tiga hari lalu ketika ia menulis di belakang rumah sambil menunggui durian. Ternyata, ranti menulis sebuah puisi dan ia titipkan pada rasyad sahabat kecilnya dulu yang malam itu menemaninya dirumah sakit. Menerima titipan itu tentu rasyad merasa sedih dan mulai dirasuki rasa takut kalau-kalau ia kehilangan ranti sahabat kecilnya dulu.
          Pukul 02.00 dini hari, ranti melepas nafas  terakhirnya. Tampak damai wajah ranti pergi menemui Tuhan. Rasyad yang mendampinginya tentu tak mampu menahan tangis kehilangan sahabat kecilnya yang pintar itu. Hari itu semua berduka atas kepergian sang penulis muda. Bahkan media cetak dan on line yang pernah ia kirimkan karyanya menyampaikan bela sungkawa dan menerbitkan puisi terakhir yang ranti tulis sebelum kepergianya.





Durian terakhir
Pagi itu
Setelah kujemur cucian
Terusik fikiranku oleh sebuah durian
Durian kecil
Kuhitung-hitang hanya tujuh biji saja
Kutawarkan pada nenek
Nenek menolak dengan halus
Meski ku tau nenek dilarang makan durian
Aku tentu harus menjaga adab..
Ah, tak ku sangka
Belum puas ku berkarya
Belum terbahagiakan ayah dan ibu
Serta keluarga..
Durian telah menyapa
Jangan caci dia
Dia hanya durian terakhir
Yang mencoba memenuhi keinginanku
Maaf kupinta pada semua
Ini sudah jalan taqdirku
Mohon ikhlaskan diri ini menemui-Nya
Kita akan bertemu disisi-Nya J

          Selamat jalan ranti, terima kasih telah setia mengirim karya kepada kami. Semoga diterima disisi-Nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magribku yang Entah

Beku