Mengintip Fakta Dibalik Tayangn Tv Di Indonesia
Remaja abad ke
21 ini seringkali salah memahami arti sebuah rasa tertarik terhadap lawan
jenis. Di zaman sekarang akhlak anak terhadap orang tua amatlah miris.
Seringkali kita temukan seorang remaja yang bersikap sangat baik dan lembut,
bahkan perhatian terhadap teman lawan jenisnya. Akan tetapi sebaliknya pada
orang tua mereka sendiri kita dapati mereka lebih buruk dalam bersikap.
Akhlak yang
merosot ini, mungkin saja disebabkan oleh beberapa fakor. Diantaranya adalah
tekhnologi yang berkembang dengan pesatnya. 10-15 tahun lalu handphone belum
terlalu jauh memasuki kehidupan remaja. Namun, akhlak kebanyakan remaja dimasa
itu juga sudah terkontaminasi dengan gaya hidup barat. Karena dimasa itu tv
sudah mulai merambah ke Indonesia. Di tv ditayangkan sinetron-sinetron yang
“kurang pantas” jika dikonsumsi oleh remaja apalagi anak-anak tanpa bimbingan
orang tua.
Pengaruh tv
mungkin menjadi faktor yang besar atas kemerosotan moral dan akhlak anak
bangsa. Sebab tayangan-tayangan yang disajikan, kebanyakan adalah untuk
memperbodoh generasi penerus bangsa. Meracuni pikiran anak bangsa, apalagi jika
menyaksikan tayangan-tayangan itu tanpa didampingi oleh orang tua. Maka orang
tua sangat berperan penting dalam mendidik moral anak. Orang tua mesti menjadi
pengontrol anak. Mengajarkan kepada anak apa saja yang boleh disaksikan anak
dan yang tidak layak dikonsumsinya.
Dengan menyaksikan
acara tv yang menampilkan wanita-wanita berpakaian “miskin” akan meracuni
pikiran anak. Anak akan cenderung menyimpulkan bahwa mereka dibolehkan untuk
berpakaian “miskin”. Juga, apabila anak-anak dibiarkan menyaksikan film-film
berbau hayalan juga akan berpengaruh besar terhadap pola pikir dan kemauan anak
dalam belajar. Dengan menyaksikan film yang hanya ada dalam hayalan, anak juga
akan berfikir bahwa hal itu akan terjadi pada dirinya. Padahal, jelas semua
kita sadar, bahwa tak ada sesuatu yang hanya dihayalkan lalu terwujud begitu
saja dengan sesuatu yang ajaib.
Melihat pada
tayangan sinetron yang saat ini bisa dikatakan sudah sangat sedikit pelajaran
yang dapat dipetik didalamnya. Dalam waktu-waktu yang rentan, yang waktu
tersebut harusnya digunakan anak sebagai kesempatan belajar, malah mereka rela
menghabiskannya didepan layar tv. Yang tayangannya kebanyakan adalah
memperburuk pola pikir anak bangsa. Contohnya saja, dalam sebuah sinetron
ditayangkan tentang remaja-remaja SMP yang sudah pandai berpacaran ala barat
dan didalam kisah itu orang tua sang bintang juga mengizinkan anaknya pergi
berdua-duaan. Asalkan pulang sebelum maghrib tiba. Lantas, secara logika remaja
yang menyaksikan film tersebut akan berfikir bahwa ia harusnya juga begitu,
biar seperti artis-artis. Dengan begitu, remaja yang seharusnya tidak
berpacaran dengan teman sekolahnya, menganggap biasa apa yang dilakukannya.
Apalagi jika hal tersebut sempat diizinkan oleh orang tuanya. Sungguh miris
memikirkan generasi bangsa kedepannya jika orang tua ikut mengzinkan anaknya
berbuat demikian. Jika begitu yang terjadi, kita berhak menyimpulkan bahwa
orang tua ikut menjerumuskan anaknya kedalam pergaulan yang tidak baik. Bahkan sekalipun
dengan alasan “udah nggak jaman sekarang, ngelarang anak dekat sama lawan
jenisnya. Sekarang manusia udah maju. Itu pola pikir yang sangat menegecewakan
harapan bangsa. Dengan izin orang tua tentulah anak akan merasa sikapnya
tersebut tidak salah.
Disisi lain bisa
kita lihat. Ketika didalam sebuah acara tv ditayangkan seorang anak yang
memilih menghabiskan sisa hidupnya dengan mengonsumsi obat-obat terlarang seperti
narkoba, ekstasi, jarum suntik dan lain-lain. Dengan alasan untuk menghilangkan
stress terhadap apa yang menimpa keluarganya. Misalnya orang tuanya bercerai.
Secara psikologis, seorang anak yang kebetulan juga mengalami kisah yang hampir
sama juga akan melakukan hal demikian.
Kita harus membuka mata terhadap apa saja yang tersirat dalam tayangan-tayangan
yang diidolakan oleh anak-anak atau remaja hari ini. Kita menyadari, bahwa seorang anak yang sedang memerankan cerita
tersebut, bukan pengguna seperti yang dilakoninya. Namun, secara tidak lansung
hal yang dilakoninya menjadi acuan untuk para remaja yang memiliki kisah hampir
sama. Apalagi, jika remaja yang menyaksikan adalah remaja yang kurang belajar
tentang batas-batas agama. Itu akan lebih memperburuk keadaan remaja bangsa,
bukan malah memperbaiki.
Masih banyak
hal yang mesti kita kupas dibalik tayangan-tayangan tv yang modusnya adalah
menghibur. Modus menghibur untuk menghancurkan moral anak bangsa? Menghibur dengan
membodohi anak bangsa? Bukankah itu harus kita tinggalkan jauh-jauh.
Akhir-akhir ini
lebih parah lagi, banyak sekali tayangan yang mengatas namakan persatuan sedangkan
sebenarnya menciptakan perpecahan. Sangat jarang tayangan tv yang benar-benar
mendidik moral anak bangsa. Hanyasaja, semuanya kembali kepada kita sebagai
penonton. Akankah kita meniru yang ditayangkan atau kita memang hanya
menjadikannya hiburan. Tapi jika kita hanya ingin hiburan, bukankah kita akan
lebih terhibur jika bercengkrama dengan anggota keluarga? Dengan teman atau sahabat,
bahkan guru-guru kita? Jika kita berfikir demikian, maka tidak akan ada yang
melampiakan kekesalannya pada narkoba dan hal-hal terlarang lainnya. Hal itu
juga akan memperluas wawasan kita. Ayo, mulai selektif menangkap fakta dibalik
realita modus “ini hanya cerita fiktif penghibur belaka” bukankah itu benar
hayalan? Bukankah kita hidup didunia nyata?
*Selesai*
Komentar
Posting Komentar